Dari Aisyah RA, disebutkan bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelemahlembutan. Dan Dia memberi karena kelembutan sesuatu yang tidak diberi lantaran kekerasan, dan tidak diberikan-Nya karena yang lainnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Islam adalah dinun samhah, agama yang mengajarkan kesantunan dan kelembutan dalam pergaulan sesama makhluk Allah. Sifat yang baik itu mesti ditularkan kepada setiap pribadi manusia, sehingga akan terwujudlah hubungan harmonis dan toleran dalam bermuamalah.
Bagaimana Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan akhlaq luhur ini? Berikut kupasan hadits berikut syarahnya. Namun ada baiknya kita awali dengan mengutip sebuah ayat:
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar (QS Fushshilat: 34-35).
Dalam menafsirkan kalimat “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan”, Ibnu Asyur berpendapat, penggalan ayat ini mengandung semacam ihtibak (satu kata atau kalimat yang tidak disebut dalam susunan kalimat, tapi mengandung arti ketersalingan), yang mengisyaratkan pernyataan “Tidak sama kebajikan dengan kejahatan, tidak sama juga kejahatan dengan kebajikan”.
Yang dimaksud dengan penafian pertama adalah menafikan dapatnya keutamaan kebajikan menyentuh keburukan kejahatan, dan yang dimaksud dengan penafian kedua adalah penafian bisanya keburukan mencapai kemuliaan kebajikan. Ibnu Abbas berkata, “Hendaklah seseorang bersama kesabaran ketika marah dan memaafkan saat disakiti.”
Ayat di atas mendorong kita untuk menghadapi keburukan dengan kebaikan. Ayat ini juga menjelaskan betapa besar pengaruh perbuatan baik terhadap manusia walau terhadap lawan atau musuh.
Menolak kejahatan dengan kebajikan adalah suatu sifat yang sangat terpuji. Ia tidak dipertemukan dengan seseorang kecuali yang telah terbiasa mengasah jiwanya dengan kesabaran. Dan kesabarannya ini mengundang turunnya anugerah keberuntungan.
Namun perlu dicatat, anjuran memberi maaf atas kesalahan orang lain, bersahabat kepadanya, adalah dalam kaitan kesalahan yang tertuju kepada pribadi seseorang, bukan kesalahan dan kedurhakaan terhadap Allah dan agama-Nya. Rasulullah SAW adalah orang yang amat pemaaf dan santun, tetapi, jika hak Allah SWT dilecehkan, ketika itu beliau marah dan tampil meluruskan kedurhakaan itu dengan tegas tapi tetap bijaksana.
Dari Aisyah RA, disebutkan bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelemahlembutan. Dan Dia memberi karena kelembutan sesuatu yang tidak diberi lantaran kekerasan, dan tidak diberikan-Nya karena yang lainnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Muslim dalam kitab Kebajikan bab Keutamaan Lemah Lembut.
Hadits ini menerangkan keutamaan kedudukan sikap lemah lembut di atas banyaknya macam akhlaq lainnya. Orang yang punya sifat lemah lembut cenderung memperoleh kebaikan, sebagaimana orang yang punya sifat kasar dan temperamental cenderung memperoleh keburukan. Sebagaimana juga disabdakan Rasulullah SAW, “Siapa yang tidak menyukai kelembutan, tidak ada kebaikan baginya pada keseluruhan perbuatannya.” Lantaran itulah Allah memberikan bagi orang yang lemah lembut sanjungan yang baik di dunia dan pahala yang besar di akhirat, yang lebih banyak daripada lainnya.
Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, perbaguslah dalam membunuh. Dan jika kalian menyembelih hewan, perbaguslah penyembelihannya. Tajamkanlah pisau kalian dan ringankanlah penyembelihannya.”(Diriwayatkan oleh Muslim).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Muslim dalam kitab Berburu pada bab Perintah Berlaku Baik dalam Menyembelih dan Membunuh serta Menajamkan Mata Pisau.
Begitu indahnya Islam mengajarkan kewajiban berbuat baik dalam segala hal perbuatan, bahkan di saat menyembelih hewan ternak atau membunuh hewan yang dapat mencelakai diri dan menenangkan hewan saat penyembelihannya. Teknik menyembelih hewan mengajarkan, hendaknya pisau yang digunakan untuk menyembelih benar-benar tajam, membaringkan hewan dengan baik-baik agar tenang, menekan mata pisau di lehernya dengan cepat, tidak mengulitinya saat tubuhnya belum dingin, tidak menyembelihnya dari arah tengkuk lehernya, tidak mendorongnya dengan cara kasar, tidak menyembelihnya di hadapan hewan lainnya, dan sebagainya. Maka hadits ini menunjukkan bahwa Islam lebih dulu mengajarkan kepada manusia ihwal hak mendasar hewan. Islam menjelaskan secara terperinci teknik menyembelih ini, yang menunjukkan keteraturan dan kelemahlembutan kepada hewan. Hal yang khusus ini ada dalam kitab-kitab fiqih.
Dari Aisyah RA, ia berkata, “Jika Rasulullah SAW disuruh memilih dua hal, niscaya beliau memilih yang paling mudah, selama tidak ada dosa pada hal itu. Seandainya pada hal yang mudah itu mengandung dosa, niscaya beliau orang yang paling menjauhinya. Dan Rasulullah SAW tidak pernah menuntut balas untuk dirinya pada suatu hal sedikit pun, kecuali sesuatu yang melanggar kehormatan Allah. Maka beliau akan menuntut balas karena Allah Ta’ala.” (Muttafaq `Alaih).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Sifat Nabi SAW dan kitab Adab. Sedangkan Muslim meriwayatkannya dalam kitab Beberapa Keutamaan bab Rasulullah SAW Menjauhkan Perbuatan Dosa dan Memilih Hal yang Dibolehkan dan Mudah dan Pembelaannya terhadap (Agama) Allah.
Inilah salah satu sifat kasih sayang Nabi SAW, yang merupakan cerminan ajaran Islam. Memudahkan urusan dan menjauhkan hal yang mengandung dosa dan cela. Hadits ini juga menjelaskan disyari’atkannya marah karena Allah Ta’ala dan menjadi kaidah dalam mengambil hal yang paling mudah yang dihadapi seseorang dalam kehidupannya secara khusus maupun umum. Hadits ini juga berisi penjelasan akhlaq yang mulia yang ada pada diri Rasulullah SAW, yang tak ada kemarahan untuk menuntut balas pada hal pribadinya. Beliau hanya marah dan menuntut balas jika hak dan kehormatan Allah Ta’ala dilanggar. Inilah sifat dan akhlaq para nabi yang mulia.