Keutamaan Sabar - ISLAM NKRI
Headlines News :

Text Widget

AswajaNU
//
Home » » Keutamaan Sabar

Keutamaan Sabar

Written By Unknown on Kamis, 25 Juli 2013 | 11.58


Dari Aisyah RA, disebutkan bahwa­sanya Nabi SAW bersabda, “Sesung­guhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelemahlembutan. Dan Dia memberi ka­rena kelembutan sesuatu yang tidak di­beri lantaran kekerasan, dan tidak diberi­kan-Nya karena yang lainnya.” (Diriwa­yatkan oleh Muslim).
Islam adalah dinun samhah, agama yang mengajarkan kesantunan dan kelembutan dalam pergaulan sesama makh­luk Allah. Sifat yang baik itu mesti di­tularkan kepada setiap pribadi manusia, sehingga akan terwujudlah hubungan har­monis dan toleran dalam bermuama­lah.
Bagaimana Rasulullah SAW menje­laskan keutamaan akhlaq luhur ini? Be­rikut kupasan hadits berikut syarahnya. Namun ada baiknya kita awali dengan mengutip sebuah ayat:
Dan tidaklah sama kebaikan dan ke­jahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada per­musuhan seolah-olah telah menjadi te­man yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan ti­dak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keun­tung­an yang besar (QS Fushshilat: 34-35).
Dalam menafsirkan kalimat “Dan ti­daklah sama kebaikan dan kejahatan”, Ibnu Asyur berpendapat, penggalan ayat ini mengandung semacam ihtibak (satu kata atau kalimat yang tidak disebut da­lam susunan kalimat, tapi mengandung arti ketersalingan), yang mengisyaratkan per­nyataan “Tidak sama kebajikan de­ngan kejahatan, tidak sama juga ke­jahatan dengan kebajikan”.
Yang dimaksud dengan penafian per­tama adalah menafikan dapatnya ke­utamaan kebajikan menyentuh keburuk­an kejahatan, dan yang dimaksud de­ngan penafian kedua adalah penafian bisanya keburukan mencapai kemuliaan kebajikan. Ibnu Abbas berkata, “Hen­daklah seseorang bersama ke­sabar­an ketika marah dan memaafkan saat disakiti.”
Ayat di atas mendorong kita untuk menghadapi keburukan dengan kebaik­an. Ayat ini juga menjelaskan betapa besar pengaruh perbuatan baik terhadap manusia walau terhadap lawan atau musuh.
Menolak kejahatan dengan kebajik­an adalah suatu sifat yang sangat terpuji. Ia tidak dipertemukan dengan seseorang kecuali yang telah terbiasa mengasah jiwa­nya dengan kesabaran. Dan ke­sabarannya ini mengundang turunnya anugerah keberuntungan.
Namun perlu dicatat, anjuran mem­beri maaf atas kesalahan orang lain, ber­sahabat kepadanya, adalah dalam kait­an kesalahan yang tertuju kepada pri­badi seseorang, bukan kesalahan dan kedurhakaan terhadap Allah dan agama-Nya. Rasulullah SAW adalah orang yang amat pemaaf dan santun, tetapi, jika hak Allah SWT dilecehkan, ketika itu beliau marah dan tampil meluruskan kedur­ha­kaan itu dengan tegas tapi tetap bijak­sana.
Dari Aisyah RA, disebutkan bahwa­sanya Nabi SAW bersabda, “Sesung­guhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelemahlembutan. Dan Dia memberi ka­rena kelembutan sesuatu yang tidak di­beri lantaran kekerasan, dan tidak diberi­kan-Nya karena yang lainnya.” (Diriwa­yatkan oleh Muslim).

Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Muslim dalam kitab Kebajikan bab Keutamaan Lemah Lembut.
Hadits ini menerangkan keutamaan kedudukan sikap lemah lembut di atas banyaknya macam akhlaq lainnya. Orang yang punya sifat lemah lembut cen­derung memperoleh kebaikan, se­bagaimana orang yang punya sifat kasar dan temperamental cenderung memper­oleh keburukan. Sebagaimana juga di­sabdakan Rasulullah SAW, “Siapa yang tidak menyukai kelembutan, tidak ada kebaikan baginya pada keseluruhan per­buatannya.” Lantaran itulah Allah mem­berikan bagi orang yang lemah lembut sanjungan yang baik di dunia dan pahala yang besar di akhirat, yang lebih banyak daripada lainnya.
Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Se­sungguhnya Allah mencatat kebaik­an atas segala sesuatu. Jika kalian mem­bunuh, perbaguslah dalam membu­nuh. Dan jika kalian menyembelih he­wan, perbaguslah penyembelihannya. Tajamkanlah pisau kalian dan ringan­kanlah penyembelihannya.”(Diriwayat­kan oleh Muslim).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Muslim dalam kitab Berburu pada bab Perintah Berlaku Baik dalam Menyembelih dan Membu­nuh serta Menajamkan Mata Pisau.
Begitu indahnya Islam mengajarkan kewajiban berbuat baik dalam segala hal perbuatan, bahkan di saat menyembelih hewan ternak atau membunuh hewan yang dapat mencelakai diri dan mene­nangkan hewan saat penyembelihan­nya. Teknik menyembelih hewan meng­ajarkan, hendaknya pisau yang diguna­kan untuk menyembelih benar-benar ta­jam, membaringkan hewan dengan baik-baik agar tenang, menekan mata pisau di lehernya dengan cepat, tidak mengu­litinya saat tubuhnya belum dingin, tidak menyembelihnya dari arah tengkuk lehe­rnya, tidak mendorongnya dengan cara kasar, tidak menyembelihnya di hadap­an hewan lainnya, dan sebagainya. Maka hadits ini menunjukkan bahwa Islam lebih dulu mengajarkan kepada ma­nusia ihwal hak mendasar hewan. Islam menjelaskan secara terperinci teknik menyembelih ini, yang menun­juk­kan keteraturan dan kelemahlembutan kepada hewan. Hal yang khusus ini ada dalam kitab-kitab fiqih.
Dari Aisyah RA, ia berkata, “Jika Rasulullah SAW disuruh memilih dua hal, niscaya beliau memilih yang paling mudah, selama tidak ada dosa pada hal itu. Seandainya pada hal yang mudah itu mengandung dosa, niscaya beliau orang yang paling menjauhinya. Dan Rasulullah SAW tidak pernah menuntut balas untuk dirinya pada suatu hal sedikit pun, kecuali sesuatu yang melanggar kehormatan Allah. Maka beliau akan menuntut balas karena Allah Ta’ala.” (Muttafaq `Alaih).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab Sifat Nabi SAW dan kitab Adab. Sedangkan Muslim meriwayat­kannya dalam kitab Beberapa Keuta­ma­an bab Rasulullah SAW Menjauhkan Per­buatan Dosa dan Memilih Hal yang Dibolehkan dan Mudah dan Pembela­an­nya terhadap (Agama) Allah.
Inilah salah satu sifat kasih sayang Nabi SAW, yang merupakan cerminan ajaran Islam. Memudahkan urusan dan menjauhkan hal yang mengandung dosa dan cela. Hadits ini juga men­jelaskan di­syari’atkannya marah karena Allah Ta’ala dan menjadi kaidah dalam meng­ambil hal yang paling mudah yang diha­dapi seseorang dalam kehidup­annya secara khusus maupun umum. Hadits ini juga berisi penjelasan akhlaq yang mu­lia yang ada pada diri Rasul­ullah SAW, yang tak ada kemarahan untuk me­nuntut balas pada hal pri­badinya. Beliau hanya marah dan menuntut balas jika hak dan ke­hormatan Allah Ta’ala dilanggar. Inilah sifat dan akhlaq para nabi yang mulia.
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Pengikut

 
Support : NU | Muhammadiyah | Indonesia
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. ISLAM NKRI - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified
Trima kasih atas kunjuan anda Kritik, saran, informasi atau artikel dapat dikirimkan kepada kami melalui email: bachtiar.irfan@gmail.com !